cover
Contact Name
Otto Fajarianto
Contact Email
ofajarianto@gmail.com
Phone
+6281296890687
Journal Mail Official
hukumresponsif@gmail.com
Editorial Address
Jl. Terusan Pemuda No. 1A Cirebon,45132 Jawa Barat-Indonesia, Kampus 3 Gedung Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Hukum Responsif : Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
ISSN : 20891911     EISSN : 27234525     DOI : http://dx.doi.org/10.33603/responsif
Core Subject : Humanities, Social,
HUKUM RESPONSIF diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati. HUKUM RESPONSIF tujuannya merupakan kumpulan karya tulis ilmiah hasil riset maupun konseptual bidang ilmu hukum dengan ruang lingkup Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum tata negara, Hukum administrasi negara, Hukum international, Hukum masyarakat pembangunan, Hukum islam, Hukum bisnis, Hukum acara, dan Hak asasi manusia. HUKUM RESPONSIF menerima tulisan dari para akademisi maupun praktisi dengan proses blind review, sehingga dapat diterima disetiap kalangan dengan penerbitan jurnal ilmiah berkala terbit setiap dua kali dalam setahun periode Februari dan Agustus dengan nomor p-ISSN 2089-1911 serta e-ISSN 2723-4525.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 1 (2020)" : 5 Documents clear
PENEGKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERBUATAN CABUL DITINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI DIKRI ARAHMAN; HARMONO HARMONO
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5019

Abstract

Tindak pidana pencabulan merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia, pada kasus pencabulan yang menjadi korban adalah wanita yang berada dibawah umur. Dalam terjadinya tindak pidana pencabulan penyebabnya tidak mesti berasal dari pelaku, karena dalam sudut pandang viktimologi faktor penyebab terjadinya suatu tindak pidana bisa juga berasal dari diri korban. Adanya keterlibatan korban dalam terjadinya suatu tindak pidana dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu kealpaan, ketidaktahuan, kurang hati-hati, kelemahan atau mungkin kesalahan korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran korban dalam terjadinya suatu tindak pidana pencabulan apabila ditinjau dari aspek viktimologi dan mengetahui peran hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencabulan ditinjau dari aspek viktimologi. Keterlibatan korban inilah yang menjadi salah satu faktor yang akan dijadikan bahan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara. Oleh karenanya peran korban di sini cukup menentukan dalam suatu putusan. Dalam melakukan penelitian tentang peran korban dalam terjadinya tindak pidana pencabulan penulis menggunakan metode preskriptif analitis yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Data tersebut diperoleh melalui dokumen-dokumen dan juga melalui proses wawancara dengan aparat penegak hukum yang dalam hal ini adalah hakim. Hasil penelitian yang dilakukan adalah dapat diketahuinya faktor-faktor yang berasal dari dalam diri korban sehingga menyebabkan terjadinya tindak pidana pencabulan. Kemudian dapat diketahui juga peran korban dalam perspektif tipologi. Dalam penelitian ini penulis juga mendapa informasi tentang hal-hal yang meringankan dan memberatkan tersangka dalam proses peradilan. Hal-hal yang meringankan dan memberatkan tersebut dijadikan hakim sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memutus perkara pencabulan. Selain hal yang meringankan dan memberatkan hakim juga memperhatikan hasil dari Visum Et Repertum (VER). Dan yang terpenting adalah dalam memutus perkara putusan hakim mengandung nilai kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
IMPLIKASI AMBANG BATAS PARLIAMENTARY THRESHOLD TERHADAP KURSI PARLEMEN MUHAMMAD SAEFUL; SANUSI SANUSI
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5020

Abstract

Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Partai politik yang memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tersebut bisa berkontestasi kembali pada pemilu yang akan datang, namun beda hal nya jika partai politik tersebut tidak memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tidak bisa mengikuti pemilu yang akan datang. Adanya ambang batas parlemen (parliamentary threshold) ini guna untuk meyederhanakan partai politik yang akan duduk di parlemen serta meminimalisir dalam kontestasi pemilu yang akan datang. Rumusan masalah penelitian ini antara lain, Bagaimanakah implikasi dari Parliamentary Threshold terhadap partai politik peserta pemilu tahun 2019 dan Bagaimana membatasi partai politik menjadi lebih sedikit atau sederhana dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum, perundang-undangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan. Implikasi terhadap peserta partai politik yang tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4% tidak bisa mengikuti untuk pemilu yang akan datang, serta untuk anggota dewan yang lolos di daerah tetapi partainya tidak lolos ambang batas parlemen tetap menjalankan tugasnya sebagai legislator. Terkait penyederhanaan partai politik dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) agar menaikan presentase ambang batas (parliamentary threshold) serta untuk persyaratan pembentukan partai politik baru harus di perketat kembali dan partai politik yang tidak lolos ambang batar parlemen (parliamentary threshold) untuk penggabungan dengan partai politik yang lolos ambang batas parlemen. Bahwa DPR dan Pemerintah perlu untuk mengkaji ulang terkait besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ideal dengan cara meningkatkan besaran angka ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan persyaratan untuk pembentukan partai politik yang baru agar lebih ditekankan kembali.
PENEGAKAN HUKUM PELAKU PERUSAKAN FASILITAS UMUM DI KOTA CIREBON DIKAITKAN DENGAN PERDA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG KETERTIBAN UMUM RITA ANGGRAENI; RD. HENDA
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5021

Abstract

Pemerintah Kota Cirebon melakukan upaya dalam rangka berkewajiban menyelenggarakan ketertiban umum untuk menangani perusakan fasilitas umum melalui penegakan hukum. Rendahnya kualitas pelayanan public, rendahnya pengawasan dari Pemerintah, dan system pelayanan public yang belum diatur secara jelas dan tegas. Oleh karena itu penulisan tertarik meneliti tentang bagaimana pelaksanaan penegakan hukum pelaku perusakan fasilitas umum di Kota Cirebon dan kendala-kendala dalam prosesnya dikaitkan dengan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2003 tentang Ketertiban Umum. Rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini antara lain; Pertama, Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku perusakan fasilitas umum di Kota Cirebon. Kedua, Bagaimanakah kendala dalam proses penegakan hukum kasus perusakan fasilitas umum di Kota Cirebon. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis dapatkan mengenai penegakan hukum terhadap pelaku perusakan fasilitas umum di Kota Cirebon dikaitkan dengan Perda Nomor 9 tahun 2003 tentang Ketertiban Umum. Pemerintah Daerah mempunyai kendala dalam hal penegakan hukum dikarenakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak mendukung untuk dilaksanakannya peraturan tersebut. Seperti: kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan adanya peraturan pemerintah daerah. Sanksi yang diberikan tidak membuat efek jera pelaku, sehingga kesalahanakan terus diulangi. Pemerintah daerah dalam hal penanganaan masih belum bisa optimal. Setelah melakukan pembahasan dalam penulisan penelitian ini maka dapat penulis Tarik kesimpulan dan saran yang dapat penulis sampaikan bahwa dengan adanya peraturan pemerintah daerah tidak membuat kesadaran hukum dilingkungan masyarakat bisa diterima tanpa sosialisasi yang lebih mendekatkan pemerintah kepada masyarakat, sehingga dalam hal penegakan hukum akan terus mengalami kesulitan yang terus menerus. Dan masyarakat akan terus melakukan kesalahannya tanpa merasa jera.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA YANG IJAZAH NYA DIJADIKAN JAMINAN OLEH PERUSAHAAN PEMBERI KERJA (STUDI PENELITIAN DI DISNAKER KOTA CIREBON) RIZKY NAAFI ADITYA; TINA MARLINA
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5022

Abstract

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Untuk dapat bekerja pada perusahaan, seseorang menempuh pendidikan terlebih dahulu untuk mendapatkan ijazah sebagai bukti bahwa dirinya telah selesai menempuh pendidikan. Pada beberapa perusahaan ada yang menerapkan sistem penahanan terhadap ijazah asli pekerja. Peraturan perusahaan itu dibuat secara sepihak oleh pengusaha secara tertulis yang memuat ketentuan tentang syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Hal ini mengakibatkan adanya kekosongan hukum terkait boleh atau tidaknya dilakukan penahanan ijazah. Kekosongan hukum yang terjadi terhadap penahanan ijazah asli pekerja perlu adanya pengaturan terkait sehingga dapat menjadi payung hukum demi melindungi hak dan kepentingan pekerja maupun pengusaha agar sama-sama tidak ada yang merasa dirugikan dalam melaksanakan hubungan kerja. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang ijazah nya dijadikan jaminan oleh perusahaan dan Bagaimanakah peran dan upaya disnaker terhadap ijazah tenaga kerja yang dijaminkan oleh perusahaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti pustaka atau data sekunder. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa belum adanya aturan atau regulasi hukum yang mengatur tentang permasalah jaminan ijazah dan disnaker dalam hal ini berperan sebagai mediator terhadap perselisihan antara tenaga kerja/pekerja dengan perusahaan pemberi kerja dengan adanya proses mediasi disnaker dapat melihat permasalahan yang sebenarnya. Dan perlu adanya aturan yang jelas mengenai penahanan ijazah yang dilakukan perusahaan, karena pada saat ini tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur tentang itu. Dan juga Dinas tenaga kerja perlu melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan agar tidak melakukan penahanan ijazah karena itu merupakan pelanggaran HAM dan tidak ada dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
IMPLEMENTASI PEMBUATAN SERTIFIKAT TANAH WAKAF BERDASARKAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF Sri Novianti; Irma Maulida
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5023

Abstract

Wakaf sebagai suatu institusi keagamaan, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran agama Islam. Oleh karenanya, wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara Hablun min Allah dan Hablun min an-nas, hubungan vertikal kepada Allah dan hubungan horizontal kepada sesama manusia.Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diungkapkan yaitu :bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran dan pensertifikatan tanah wakaf Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2017 dan hambatan-hambatan yang dihadapi terhadap pelaksanaan pendaftaran dan pensertifikatan tanahwakaf. Jenis penelitian ini tergolong kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan lapangan. Adapun sumber data penelitian ini adalah sumber data dari Kantor BPN Kab. Majalengka dan PPAIW Kab.Majalengka. Selanjutnya metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan penelusuran referensi. Lalu teknik pengelolaan data dan analisis data dilakukan melalui penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pertama, Pelaksanaan Pendaftaran Dan Pensertifikatan Tanah Wakaf sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2017. Proses Perwakafan tanah yang ada di Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka diberlakukan ketentuan tanah yang hendak diwakafkan harus terlebih dahulu bersertifikat hak milik, dengan kata lain tanah yang belum bersertifikat hak milik belum bisa diwakafkan. Masih adanya tanah-tanah wakaf yang belum memiliki kelengkapan surat-surat bukti kepemilikan, Jarak antar wilayah tanah yang diukur, kurangnya sumber daya manusia dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai prosedur dan kelengkapan berkas dalam pengurusan sertifikat tanah.

Page 1 of 1 | Total Record : 5